Dampak Covid-19 Terhadap Berbagai Sektor Bisnis di Indonesia
Abstract
Tahun 2020 baru berjalan tiga bulan namun goncangan
ekonomi telah terjadi begitu hebatnya. Ekonomi tiba-tiba ambruk dalam sekejap
akibat menyebarnya virus korona ke seluruh dunia. Virus Corona (Covid-19) telah berevolusi dan
menyebar, bahkan telah mendorong upaya karantina terbesar, diketahui diseluruh
belahan dunia. Covid-19 juga telah mendorong sektor sektor bisnis kecil
menengah melakukan segala upaya berusaha mempertahankan pelanggan dan mencari
alternatif solusi yang objective dapat dilakukan untuk Survive. Covid-19 telah
mengubah prilaku konsumen, Sejumlah
pengusaha di Indonesia telah menjadi korban dahsyatnya virus corona, terlebih
industri perhotelan dan restoran. Tidak sedikit pengusaha hotel dan restoran
yang merasakan dampak dari pandemi ini. Bahkan ada beberapa perusahaan
harus melakukan efisiensi besar-besaran, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kata Kunci:
Covid-19 , Ekonomi, Bisnis.
PENDAHULUAN
Virus corona
(Covid-19) telah mendorong upaya karantina terbesar yang dilakukan di dunia. Covid-19
kini telah berevolusi dan menyebar hingga keseluruh belahan dunia. Hal yang
perlu dilakukan untuk mengurangi penyebarannya adalah dengan menghimbau untuk
melakukan gerakan pencegahan penyebaran virus corona dengan langkah-langkah
sederhana, seperti: menggunakan masker, selalu mencuci tangan, menghindari
kontak langsung dan selalu menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Pemerintah memutuskan
untuk menutup sekolah sekolah (home schooling) dan juga fasilitas fasilitas
umum, restaurants dan tempat tempat ibadah sampai waktu yang tidak ditentukan. Maka
dari itu banyak sekali usaha usaha menengah kebawah yang merasakan dampaknya,
ekonomi yang makin kian menurun.
PEMBAHASAN
Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan usaha produktif yang dimiliki
perorangan maupun badan usaha yang telah memenuhi kriteria sebagai usaha mikro,
misalnya usaha kuliner. Pada sepuluh tahun terakhir perkembangan UMKM di
Indonesia mencapai 99,9 persen dari total unit usaha di Indonesia. Jumlah
UMKM yang tersebar di Indonesia sebanyak 62,9 juta unit meliputi perdagangan,
pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pengolahan,
bangunan, komunikasi, hotel, restoran dan jasa-jasa. Berkembangnya UMKM
di Indonesia tidak lepas dari faktor yang mendorong majunya pertumbuhan UMKM di
Indonesia diantaranya, pemanfaatan sarana teknologi, informasi dan komunikasi,
kemudahan peminjaman modal usaha, menurunnya tarif PPH final.
Penyebaran
virus Covid-19 memberikan dampak bagi pelaku UMKM di Indonesia. Penurunan
omset rata rata turun 20%. sektor pariwisata dan perdagangan juga mengalami
penurunan yang drastis, terutama bagi para pedagang kaki lima yang sudah tidak
bisa berdagang akibat diberlakukannya pembatasan sosial, dan juga transportasi
online. Pemenuhan kebutuhan
stok makanan dan minuman pun caranya berubah. Jika sebelumnya konsumen masih
bisa berjalan atau berkendara untuk membeli, akibat pandemi virus, konsumen
harus membeli secara daring (online). Kalaupun pembelian dilakukan secara
luring (offline) konsumen cenderung memilih untuk membeli kebutuhan yang
jaraknya dekat.
Perubahan prioritas konsumen tergambar dari data
yang menunjukkan bahwa ada peningkatan pembelian konsumen di bisnis hasil-hasil
agrikultur seperti hasil perkebunan, air konsumsi, toko daging, dan toko buah
serta sayur. Angka pertumbuhannya bahkan mencapai 430%. Begitu pun dengan toko
bahan-bahan pangan yang meningkat sebesar 200% terhitung sejak awal Maret 2020.
Selanjutnya pertumbuhan juga diikuti oleh
jasa kurir antar dan jemput barang yang data menunjukkan pertumbuhan sebesar
95%. Pertumbuhan ini didasari oleh pelarangan aktifitas di luar ruangan yang
sudah diberlakukan di Amerika Serikat.
Menariknya, seiring dengan kebutuhan
untuk transaksi jual beli secara online dan perintah untuk tetap bekerja dari
rumah kemudian memberikan dampak pada industri penyedia jasa internet (ISP) dan
acara televisi. Peningkatan industri ISP meningkat tajam sebesar 128% sementara
televisi tumbuh sebesar 118%.
Namun krisis COVID-19 tetaplah krisis
yang berdampak pada ekonomi. Para konsumen cenderung untuk menahan diri
melakukan konsumsi dan memilih untuk memiliki uang secara tunai. Dampaknya
adalah peningkatan transaksi terjadi di pegadaian sebesar 82%.
Dari uang yang didapatkan dari
pegadaian tersebut selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan dan
minuman. Juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan farmasi yang diharapkan bisa
memberikan perlindungan kesehatan di masa krisis virus corona. Perilaku ini
terlihat dari peningkatan dari sektor farmasi sebesar 223%.
Hal yang paling menarik dari data ini
adalah, bagaimana Yelp juga menemukan fenomena peningkatan transaksi di sektor
senjata. Bisa jadi hal ini terjadi karena tidak adanya kepastian dan tingkat
stres yang tinggi mengakibatkan masyarakat menjadi lebih waspada dan
berhati-hati. Akibatnya, konsumen menjadi ingin melindungi diri dari
kemungkinan-kemungkinan buruk seperti perampokan atau sengketa.
Begitu juga dengan peningkatan
aktifitas di penyedia alat-alat berburu dan memancing. Pertumbuhannya mencapai
155% yang menandakan bahwa konsumen berusaha untuk bisa tetap bertahan hidup di
situasi terburuk. Yakni dengan menemukan makanan dan konsumsi secara mandiri,
selain itu alat-alat berburu juga bisa digunakan untuk melindungi diri.
Ada sektor yang tumbuh positif, tentu
saja ada sektor yang tumbuh negatif di tengah krisis COVID-19. Melihat data
yang dilansir Yelp, mayoritas sektor yang tumbuh negatif adalah sektor-sektor
sekunder yang tidak pemenuhannya tidak terlalu penting bagi para konsumen.
Contohnya seperti toko-toko gaun
pengantin yang menurun hingga 63%. Di situasi krisis seperti saat ini tentu
sangat sedikit orang yang nekad untuk tetap mengadakan pesta pernikahan.
Terlihat pula penurunan transaksi dari
sektor barang bekas dan kuno yang mencapai 64%. Pengeluaran konsumen untuk
barang-barang hobi tentu tidak menjadi prioritas di masa konsumen harus
menghemat uang dan memegang uang tunia.
Sementara beberapa sektor mengalami
tumbuh negatif dikarenakan adanya pelarangan aktifitas di luar rumah. Misalnya
seperti sektor parkir yang negatif sebesar 63%, kemudian pusat perbelanjaan
yang menurun sebesar 58% dan toko-toko pinggir jalan yang turun sebesar 41%.
Begitu juga dengan sektor bisnis perawatan dan penitipan anak yang menurun
sebesar 41%.
Sektor-sektor sekunder lain yang tidak
menjadi kebutuhan utama di masa krisis adalah sektor hiburan. Sektor hiburan
tentu saja hanya akan menjadi kebutuhan dasar dapat terpenuhi. Contoh sektor
yang terdampak adalah sektor Bar Tapas yang sering digunakna untuk hiburan
malam hari usai konsumen bekerja penat seharian. Penurunannya mencapai 65%.
Begitu juga dengan toko minuman anggur yang mengalami penurunan sebesar 67%.
Sementara hiburan lain seperti Terapi
Pijat dan Spa juga mengalami penurunan masing-masing sebesar 39% dan 23%.
Hal menarik adalah, toko mainan juga
mengalami penurunan padahal aktifitas anak lebih banyak terjadi di rumah yang
seharusnya membutuhkan mainan atau aktifitas yang tidak membosankan. Itu
artinya, para orang tua memandang mainan bukan hal yang prioritas di masa
karantina di dalam rumah.
Jika mainan anak saja tidak prioritas,
apalagi sektor yang membutuhkan cukup banyak biaya seperti kebutuhan renovasi
atap ataupun konstruksi. Sektor ini terdampak paling besar berdasarkan laporan
Yelp dengan pertumbuhan minus sebesar 85%.
Situasi Indonesia
Lalu bagaimana dengan situasi
Indonesia? Situasi di Indonesia kurang lebih mengalami kondisi yang sama. Saya
sudah mengulasnya di artikel berbeda. Intinya adalah Indonesia akan mengalami
kenormalan yang baru. Sehingga kamu sebagai pebisnis harus bisa terus
beradaptasi dengan perkembangan kondisi dan situasi.
KESIMPULAN
Perubahan perilaku konsumen dapat mengubah wajah
ekonomi secara drastis. Sektor yang mungkin sebelumnya begitu menjanjikan,
secara tiba-tiba berubah menjadi sektor yang paling terdampak dan terancam
untuk mati.
Data di Amerika Serikat ini menurut
saya cukup menggambarkan situasi ekonomi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia.
Sayangnya, di Indonesia saya masih belum menemukan rilis laporan dampak krisis
COVID-19 pada perekonomian. Padahal data seperti ini seharusnya bisa menjadi
barometer dan gambaran yang jelas tentang bagaimana sektor ekonomi terdampak
pandemi.
Dampak yang ditimbulkan memang tidak
serta merta membunuh seluruh sektor industri. Sebab ternyata ada pula sektor
yang tumbuh bahkan berkali-lipat akibat melonjaknya permintaan dan kebutuhan
konsumen.
Tentu saja hal ini juga akan memberikan
gambaran bagaimana pebisnis merespon perubahan iklim bisnis yang terjadi sesuai
dengan kondisi ekonomi. Sehingga dapat ikut masuk ke sektor yang masih hijau
untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau melakukan pengetatan di sektor industri
yang sedang dijalani.
Komentar
Posting Komentar